Hari ini, 9 Desember, adalah Hari Antikorupsi. Hari Antikorupsi diperingati oleh seluruh penduduk di muka bumi ini. Di Indonesia, peringatan Hari Antikorupsi dipusatkan di Silang Monas. Kabarnya, Presiden SBY akan hadir dan memberikan pidato pada acara peringatan Hari Antikorupsi tersebut.
Korupsi adalah permasalahan kita semua. Kegiatan kriminal yang merugikan keuangan negara — sehingga pasti merugikan masyarakat — itu terjadi di seluruh dunia. Di Indonesia, korupsi sudah terjadi hanya beberapa tahun sejak Indonesia merdeka. Pada tahun 1980-an kita pernah ingat di TVRI pada setiap akhir Berita Nasional pukul 19:00 WIB selalu ditayangkan wajah koruptor. Akan tetapi, ternyata korupsi tidak berhenti. Para koruptor yang merupakan jejaring kuat antara pengusaha, birokrat dan legislator tetap berjalan. Bahkan, pada era reformasi, korupsi tidak terhapus. Perjuangan para Aktivis 98 yang anti KKN (anti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), tidak pernah terwujud. DPR hasil pemilu di era reformasi ternyata juga korup. Birokrasi di era reformasi ternyata juga tetap korup!
Usaha bangsa ini untuk menghapuskan korupsi menuai harapan baru ketika pemerintah membentuk sebuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Walaupun pada masa awal kerjanya KPK terkesan masih tebang pilih dan terkesan diintervensi, pada akhir-akhir ini KPK sudah semakin berani dan mandiri. KPK tidak dapat lagi dengan mudah dikendalikan oleh lembaga negara yang lain.
Sepak terjang KPK yang paling sering kita serap informasinya melalui media elektronik, media cetak maupun internet adalah upaya penindakan karus korupsi. Padahal, dalam upaya pemberantasan korupsi ini selain penindakan, juga ada upaya lain yang justru akan memberikan hasil yang lebih baik lagi, yaitu pencegahan korupsi. Dalam pemberantasan korupsi, menurut saya ada tiga hal yang perlu dilakukan, yaitu pencegahan, pengawasan, dan penindakan. Di antara ketiga hal tersebut, upaya yang paling murah tetapi diharapkan akan memberikan hasil paling baik adalah pencegahan. Apabila korupsi dapat dicegah sejak awal, maka tidak akan perlu ada kerugian negara yang terjadi, tidak perlu ada penyelidikan dan penyidikan perkara korupsi, dan tidak perlu ada pengadilan perkara korupsi.
Oleh karena itu, apabila kita benar-benar ingin negara ini bebas korupsi, maka kita harus mau terlibat dalam upaya pemberantasan korupsi. Pemberantasan korupsi bukan semata-mata tanggung jawab KPK melainkan tanggung jawab kita bersama. KPK hanyalah sebuah komisi yang dibentuk oleh negara secara formal untuk keperluan tersebut. Kita sebagai warga negara harus berperan sebagai subyek pemberantasan korupsi. Jangan mau menjadi obyek! Bisa-bisa, Anda nanti yang diciduk KPK karena ternyata Anda adalah obyek pemberantasan korupsi.
Apakah kita sebagai warga negara dapat berperan dalam upaya pemberantasan korupsi? Tentu saja bisa. Kita dapat berperan dalam setiap tahap pemberantasan korupsi mulai dari pencegahan, pengawasan dan penindakan. Pengawasan dapat dilakukan dengan ikut mengawasi pelaksanaan anggaran baik APBD maupun APBN. Peran kita dalam penindakan dapat diwujudkan dengan melaporkan kepada KPK apabila kita mengetahui adanya korupsi yang tengah atau telah dilakukan oleh pemerintah maupun rekanan pemerintah. Akan tetapi, dari semua itu, yang paling baik kita lakukan adalah melakukan upaya pencegahan korupsi. Untuk melakukan pencegahan korupsi, kita dapat melakukannya melalui diri sendiri. Tumbuhkan sikap antikorupsi dalam diri kita. Jangan mau melakukan korupsi walaupun itu korupsi yang sangat kecil. Setelah itu, tumbuhkan sikap antikorupsi kepada keluarga kita. Lalu, kembangkan ke tingkat yang lebih luas yaitu lingkungan sekitar kita.
Sikap antikorupsi harus dikembangkan sejak dini. Anak-anak kita sejak kecil harus kita didik untuk jujur dan bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anaknya. Orang tua tidak boleh menyogok guru agar anaknya yang tidak naik kelas bisa naik kelas. Saya yakin bahwa tidak sedikit orang tua yang melakukan itu, menyogok guru agar anak-anaknya bisa naik kelas. Tindakan seperti itu memberikan contoh kepada anak bahwa uang dapat menyelesaikan segalanya. Sebuah tindakan yang sangat tidak terpuji yang dilakukan oleh orang tua dan langsung diserap ilmunya oleh anak-anak. Sangat disayangkan karena ilmu yang diserap itu adalah ilmu sogok-menyogok, ilmu korupsi.
Setelah masyarakat melaksanakan pendidikan antikorupsi secara informal, pemerintah harus melaksanakannya secara formal. Materi antikorupsi harus masuk ke dalam kurikulum pendidikan nasional mulai tingkat TK. Di tingkat TK, pendidikannnya adalah pelatihan sikap jujur. Di tingkat SD, materi antikorupsi dapat dikembangkan lagi. Begitu seterusnya sampai tingkat SMA. Dengan adanya materi antikorupsi pada pendidikan formal, saya yakin bahwa kegiatan sogok-menyogok yang biasa terjadi di sekolah akan dapat ditekan ke tingkat paling rendah. Murid yang paham bahwa korupsi itu perbuatan kriminal dan merugikan bangsa tentu tidak akan tinggal diam apabila melihat praktek sogok-menyogok yang terjadi di lingkungan sekolahnya.
Saya yakin bahwa korupsi sudah menjadi budaya kita. Di dalam diri kita ini telah melembaga budaya korupsi. Di dalam darah kita mengalir kebiasaan korupsi. Kita harus menghapus bidaya itu. Kita harus mengganti darah kita dengan darah baru yang antikorupsi. Marilah secara aktif menumbuhkan sikap antikorupsi sejak dini kepada anak-anak kita. Insya’ Allah, dengan mendidik anak-anak kita untuk antikorupsi, kita pun akan tergerak memberi contoh nyata perbuatan yang antikorupsi.
Semoga korupsi di negara kita dapat kita berantas bersama-sama!
moharifwidarto.com
0 komentar:
Posting Komentar